Karbon Di Pamerkan Perdagangan Di Jerman
bebascara.space – Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian LHK Laksmi Dhewanthi, sebagai National Focal Point (NFP) UNFCCC memimpin Delegasi Republik Indonesia (DELRI) pada pertemuan Subsidiary Body (SB) ke-60 Konvensi Perubahan Iklim yang dilaksanakan di Bonn-Jerman mengenai karbon.
Sidang SB ke-60 UNFCCC ini membicarakan agenda SBSTA dan SBI 60, agenda transisi CDM, mandated event dan side event.
“Salah satu agenda perlu dan berkenaan bersama cara operasionalisasi perdagangan karbon di Indonesia adalah agenda SBSTA 60 berkenaan Article 6 Paris Agreement, termasuk mandated event berkenaan bersama usulan tema program kerja Non Market Approach bagi negara bagian Paris Agreement dan side event yang berkenaan bersama keputusan CMA 3 dan 4 berkenaan keputusan dan persyaratan pelaksanaan Article 6 termasuk pemanfaatan methodology, otorisasi, corresponding adjustment dan pelaporannya,” dikutip berasal dari keterangan tertera KLHK.
Agenda ini menghasilkan draft conclussion, yang bakal jadi bahan pembahasan pada pertemuan COP 29 UNFCC mendatang di Baku, Azerbaijan pada awal November mendatang. Dalam Draft Conclusion ditegaskan bahwa transfer unit karbon kepada mitra kerjasama luar negeri baik untuk target NDC dan other international mitigation purposes (OIMP) layaknya CORSIA dan labelling, kudu dilaksanakan otorisasi oleh Negara Asal (Host Country).
Dalam kaitan ini, masing-masing negara pihak kudu mengakibatkan peta jalur capaian NDC tahunan untuk monitoring capaian NDC tahunannya. Sementara disepakati bahwa pembahasan teliti methodology untuk corresponding adjustment baru bakal dibahas pada COP 30 th. 2025.
Terkait Artikel 6.2. berkenaan kerjasama antar negara, belum sukses menyepakati format laporan elektronik sebagai basis penyusunan laporan dan ditegaskan bahwa pelaksanaan kerjasama di bawah Artikel 6.2 senantiasa bisa dilaksanakan, tanpa tunggu kesepakatan format laporan.
Pada subjek berkenaan bersama mekanisme kerjasama luar negeri untuk menopang kontribusi NDC Host Country tanpa transfer unit karbon ke mitra Kerjasama luar negeri (non pasar) atau Article 6 ayat 8 Paris Agreement, hasil pembahasan merujuk Keputusan 4 CMA 3 dan keputusan 8 CMA 4 yang mengatur peran NFP A6.8, di mana NFP bisa melakukan identifikasi implementasi di negaranya dan memberikan kepada UNFCCC melalui Non Market Web Based Platform.
Tema Program Kerja 2024
Terkait agenda ini, termasuk dibahas tema program kerja th. 2024 di mana bakal dilaksanakan identifikasi di tingkat negara bagian Paris Agreement. Dalam perihal ini, Indonesia mendorong peran para pihak didalam kontribusi NDC melalui Kerjasama Luar Negeri tanpa transfer unit karbon ke luar negeri, khususnya pada kegiatan berbasis lahan, termasuk pertanian dan kehutanan. Tema program kerja 2024 yang disepakati untuk identifikasi program kerja 2024 berkenaan bersama sumberdaya alam.
Di sela-sela pertemuan SBs60, di luar agenda persidangan, Verra bekerjasama bersama Sekretariat Perubahan Iklim Singapore dan Gold Standard, menyelenggarakan side event berkenaan voluntary market didalam pelaksanaan Artikel 6 PA. Dalam paparannya, (Verra, Sekretariat Perubahan Iklim Singapore dan Gold Standard), memberikan antara lain Verra, sebagai tidak benar satu pemilik program voluntary carbon market, tetap berusaha untuk mewujudkan integritas lingkungan sebagaimana termaktub di didalam keputusan CMA 3 dan 4, yakni kerjasama antar swasta nasional bersama swasta luar negeri, baik untuk target NDC (termasuk dekarbonisasi dan net zero emisi perusahaan di luar negeri) maupun untuk target lainnya (CORSIA, target sukarela layaknya labelling), butuh otorisasi berasal dari host country (negara asal).
Verra termasuk memperlihatkan pendapat bahwa corresponding adjustment oleh Host Country, dilaksanakan untuk menjauhkan double counting dan sehingga catatannya dalan registry jadi balance, kecuali untuk target labelling perusahaan di luar negeri, yang diusulkan butuh corresponding adjustment oleh host country.
Hasil pembahasan Artikel 6 PA pada pertemuan SBs60 di Bonn berbentuk draft conclusion dan juga sebagian isu pembahasan bakal dibahas dan dinegosiasikan lebih lanjut pada pertemuan SBs ke-61secara back-to-back bersama pertemuan COP 29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan pada bulan November 2024 mendatang.
Transaksi Bursa Karbon Tembus Rp 36,77 Miliar hingga Mei 2024
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kuantitas transaksi di bursa karbon tetap meningkat. Hingga 31 Mei 2024, tercatat ada transaksi sebesar Rp 36,77 miliar.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, angka ini merupakan knowledge yang dihimpu sejak bursa karbon diluncurkan pada 26 September 2023.
“Pada Bursa Karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 31 Mei 2024, tercatat 62 pengguna jasa yang memperoleh izin bersama total volume sebesar 608.427 tCO2e,” kata Inarno didalam Konferensi Pers, Senin (10/6/2024).
Dia mengatakan, akumulasi transaksi senilai Rp 36,77 miliar itu paling banyak dicatatkan di Pasar Lelang bersama 50,26 persen. Angka ini tercatat meningkat Rp 1,46 miliar berasal dari capaian April 2024.
“Akumulasi nilai sebesar Rp36,77 miliar, bersama rincian nilai transaksi 26,86 prosen di Pasar Reguler, 22,88 prosen di Pasar Negosiasi dan 50,26 prosen di Pasar Lelang,” tuturnya.
Inarno menyampaikan, potensi bursa karbon di Indonesia masih lumayan besar. Pasalnya, masih ada 3.765 pendaftar yang sudah tercatat didalam sistem. Di samping itu, besarnya potensi perdagangan karbon di Indonesia.
“Ke depan, potensi Bursa Karbon masih benar-benar besar pertimbangkan terkandung 3.765 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang bisa ditawarkan,” urai Inarno.
Potensi Perdagangan Karbon
Diberitakan sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang potensi bursa karbon, tapi kudu kerja serupa antara regulator dan pelaku industri untuk mendongkrak transaksi bursa karbon.
Hingga 5 Juni 2024, total perdagangan di bursa karbon baru menggapai 600 ribu ton setara CO2 bersama nilai transaksi Rp 36,78 miliar.
“Ini kami percaya potensinya tinggi, tapi kerja serupa di antara OJK dan kementerian dan juga industri berkenaan benar-benar perlu untuk pertumbuhan bursa karbon,” ujar Antonius layaknya dikutip berasal dari Antara.