Nusron Wahid Pansus Haji Bukan Urusan Pribadi
bebascara.space – Anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji berasal dari Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid menepis pengakuan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama Yahya Cholil Staquf yang menyebut Pansus Hak Angket Haji dilatarbelakangi kasus pribadi untuk menyerang PBNU.
Nusron menegaskan, Pansus Angket Haji bukanlah ketentuan pribadi anggota, melainkan ketentuan formal di dalam rapat paripurna DPR yang disetujui fraksi-fraksi yang ada.
“Di DPR tidak mengenal kasus pribadi. Siapapun Menteri Agama atau Pejabat Publik yang ugal-ugalan menjalankan pemerintahan dan dikira melanggar undang-undang, DPR sesuai tugasnya di dalam pengawasan tentu pakai hak konstitusionalnya, menjadi bakal senantiasa di-Pansus.” kata Nusron di dalam keterangannya, Senin (29/7/2024),
Dia menghimbau agar seluruh elemen kelembagaan, baik organisasi kemasyarakatan maupun lembaga negara untuk saling menghargai hak masing-masing.
“Sebaiknya antar elemen saling menghargai hak-nya. PBNU fokus urus umat dan pesantren. Soal Pansus Hak Angket telah tersedia mekanisme dan aturannya di DPR. Ini urusan DPR bersama dengan menteri agama. Tidak tersedia kaitannya bersama dengan yang lain, termasuk PBNU yang bukan bagian berasal dari pemerintahan. Apalagi kalau dibawa pada sentimen pribadi, tidak pada tempatnya,” sadar Nusron.
Dia termasuk menuturkan, DPR di dalam lakukan haknya membentuk Pansus Angket Haji tentu miliki indikasi, data, dan landasan hukum yang kuat. Data-data selanjutnya nantinya bakal diverifikasi dibuktikan di dalam sistem angket yang berjalan.
“Kalau memang haji tidak dianggap kasus dan baik-baik saja tentu tidak bakal tersedia Pansus Haji. Ini sistem biasa, sistem dialektika knowledge dan fakta antara DPR dan menteri agama. Kita mengikuti saja prosesnya bersama dengan transparan dan akuntabel agar tidak menimbulkan fitnah dan rumor antara DPR dan Kementerian Agama,” sadar dia.
Pansus Diklaim Bekerja Profesional
Nusron memastikan Pansus bakal bekerja secara profesional, proporsional, kredibel dan bertanggungjawab.
“Pansus tidak bakal sanggup berbuat apa-apa, kalau memang menteri agama benar di dalam kebijakannya. Sebaliknya Menteri Agama termasuk tidak bakal sanggup berkelit kalau memang salah. Jadi kita obyektif saja, Orang Jawa bilang; becik ketitik olo ketoro, yang benar bakal muncul dan yang buruk bakal ketahuan,” pungkasnya.
Sebelumnya, bagian Komisi VIII Maman Imanulhaq membantah pengakuan Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf yang menuding urusan Pansus Angket Haji 2024 untuk menyerang PBNU.
Menurut Maman, pengguliran Angket Haji murni di dalam rangka perbaikan manajeman haji.
Anggota Pansus ini menegaskan, PBNU tak kudu ikut di dalam urusan politik yang kini tengah bergulir di DPR. Apalagi Angket merupakan hak yang dimiliki parlemen untuk lakukan penyelidikan atas dugaan penyelewengan kebijakan yang dinilai bertentangan bersama dengan perundangan.
“Urusan Angket Pansus Haji 2024 adalah urusan kerja DPR dan pemerintah di dalam hal ini Kementerian Agama,” kata Kiai Maman pada keterangannya, di Jakarta, Senin (29/7/2024).
Komisi VIII: Pansus Haji Masalah DPR dan Pemerintah
Pansus, imbuh Maman, adalah cara konstitusional, formal yang dilindungi undang-undang untuk menunjang kerja parlemen di dalam lakukan pengawasan dan perbaikan kerja eksekutif. Apalagi di dalam Pansus Angket Haji 2024 ini telah disetujui oleh seluruh fraksi di Senayan.
“Pansus haji itu formal, formal dan Konstitusif. Tidak tersedia urusan bersama dengan pribadi-pribadi atau PBNU,” tegasnya.
Maman memastikan bahwa Pansus Angket Haji 2024 dibikin untuk memastikan ada peningkatan service haji pada era mendatang. Justru, kata Kiai Maman, PBNU kudu berterima kasih atas ada Angket ini, pasalnya warga NU yang nantinya termasuk bakal merasakan perbaikan service haji.
Sementara soal pertimbangan pembentukan Pansus angket ini, Maman mengutarakan sederetet kasus haji pada tahun 2024 ini, tidak benar satunya yakni soal pembagian kuota haji oleh Kemenag yang tak seusai bersama dengan penetapan yang diketok pemerintah dan DPR.
“Serat soal service jemaah haji Indonesia pada waktu Armuzna yang dianggap buruk,” pungkasnya.