Koalisi Sipil Desak Panglima TNI Cabut Telegram

Koalisi Sipil Desak Panglima TNI Cabut Telegram

Koalisi
Koalisi Sipil Desak Panglima TNI Cabut Telegram

bebascara.space – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritisi isi Telegram Panglima TNI tertanggal 5 Mei 2025. Dalam telegram itu disebutkan Panglima TNI memerintahkan pengerahan personel dan alat perlengkapan didalam rangka perlindungan pengamanan pada Kejati dan Kejari di semua Indonesia.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, TNI seharusnya fokus mengurusi pertahanan, bukan turut melindungi kantor kejaksaan.

“Pengerahan seperti ini tambah menguatkan ada intervensi militer di ranah sipil lebih-lebih di wilayah penegakan hukum. Tugas dan fungsi TNI seharusnya fokus pada segi pertahanan dan tidak patut masuk ke ranah penegakan hukum yang dikerjakan oleh Kejaksaan sebagai lembaga sipil,” kata Usman Hamid didalam info tertulis, Minggu, (11/5/2025).

Menurut dia, belum ada regulasi sadar soal perbantuan TNI didalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Perjanjian kerja sama TNI-Kejaksaan pun dinilai tidak memiliki basic hukum kuat.

“Kami menilai bahwa kerangka kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan tidak memiliki basic hukum yang kuat untuk jadi basic pengerahan pasukan perbantuan kepada Kejaksaan. MoU berikut secara nyata sudah bertentangan bersama UU TNI itu sendiri. Tujuan perintah lewat telegram Panglima TNI itu adalah perlindungan pengamanan Kejati dan Kejari di semua indonesia,” ujar dia.

Usman terhitung menilai tidak ada ancaman yang dapat membenarkan pengerahan pasukan ke kejaksaan.

“Pengamanan institusi sipil penegak hukum kejaksaan tidak memerlukan perlindungan berwujud pengerahan personel TNI gara-gara tidak ada ancaman yang dapat menjustifikasi mengharuskan pengerahan satuan TNI. Pengamanan institusi sipil penegak hukum lumayan dapat dikerjakan oleh misalkan satuan pengamanan didalam (satpam) kejaksaan,” ujar dia.

Karena itu, telegram Panglima dinilai tidak proporsional dan melanggar hukum. Lebih jauh Usman mengatakan, surat perintah ini diakui tambah tunjukkan dugaan bangkitnya dwifungsi TNI, lebih-lebih setelah revisi UU TNI sebagian selagi lalu.

“Catatan risalah sidang dan revisi yang memastikan bahwa penambahan Kejaksaan Agung di didalam revisi UU TNI hanya spesifik untuk Jampidmil ternyata tidak dipatuhi oleh Surat Perintah ini, gara-gara jelas-jelas pengerahan pasukan berwujud lazim untuk semua Kejati dan Kejari. Dengan stimulan penegakan hukum yang adil dan bermartabat, usaha membangun reformasi TNI yang lebih professional dan jaksa sebagai tidak benar satu pilar penegakan hukum, kami mendesak Panglima TNI mencabut Surat Perintah berikut dan mengembalikan peran TNI di ranah pertahanan,” papar dia.

Usman terhitung mendesak DPR RI khusunya Komisi I, III, dan XIII untuk turut bersikap mendesak Presiden dan Menhan sehingga cabut surat itu demi supremasi sipil.

“Kami mendesak kepada Jajaran Pimpinan DPR RI, terhitung pimpinan Komisi I DPR RI, Komisi III DPR RI, dan terhitung Komisi XIII DPR RI yang berjanji untuk menjamin tidak ada dwifungsi TNI. Kami terhitung mendesak DPR RI untuk mendesak Presiden sebagai Kepala Pemerintah dan terhitung Menteri Pertahanan untuk memastikan pembatalan Surat Perintah tersebut, sebagai usaha melindungi tegaknya supremasi sipil didalam penegakan hukum di Indonesia yang menganut negara demokrasi konstitusional,” tand.

Telegram TNI Dinilai Melanggar Hukum

Karena itu, telegram Panglima dinilai tidak proporsional dan melanggar hukum. Lebih jauh Usman mengatakan, surat perintah ini diakui tambah tunjukkan dugaan bangkitnya dwifungsi TNI, lebih-lebih setelah revisi UU TNI sebagian selagi lalu.

“Catatan risalah sidang dan revisi yang memastikan bahwa penambahan Kejaksaan Agung di didalam revisi UU TNI hanya spesifik untuk Jampidmil ternyata tidak dipatuhi oleh Surat Perintah ini, gara-gara jelas-jelas pengerahan pasukan berwujud lazim untuk semua Kejati dan Kejari. Dengan stimulan penegakan hukum yang adil dan bermartabat, usaha membangun reformasi TNI yang lebih professional dan jaksa sebagai tidak benar satu pilar penegakan hukum, kami mendesak Panglima TNI mencabut Surat Perintah berikut dan mengembalikan peran TNI di ranah pertahanan,” papar dia.

Usman terhitung mendesak DPR RI khusunya Komisi I, III, dan XIII untuk turut bersikap mendesak Presiden dan Menhan sehingga cabut surat itu demi supremasi sipil.

“Kami mendesak kepada Jajaran Pimpinan DPR RI, terhitung pimpinan Komisi I DPR RI, Komisi III DPR RI, dan terhitung Komisi XIII DPR RI yang berjanji untuk menjamin tidak ada dwifungsi TNI. Kami terhitung mendesak DPR RI untuk mendesak Presiden sebagai Kepala Pemerintah dan terhitung Menteri Pertahanan untuk memastikan pembatalan Surat Perintah tersebut, sebagai usaha melindungi tegaknya supremasi sipil didalam penegakan hukum di Indonesia yang menganut negara demokrasi konstitusional,” tand.

Berita TerUpdate