Program Pendidikan Militer ala Dedi Mulyadi Dimulai

Program Pendidikan Militer ala Dedi Mulyadi Dimulai

Program
Program Pendidikan Militer ala Dedi Mulyadi Dimulai

bebascara.space – Program pendidikan semi militer bagi pelajar yang terlibat kenakalan remaja resmi diawali hari ini, Kamis (1/5/2025), di Markas TNI Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad, Purwakarta, Jawa Barat. Kebijakan ini merupakan panduan segera dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

“Hari ini kami menjadi pendidikan semimiliter sebagai anggota dari pelaksanaan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi,” ujar Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein, Kamis (1/5/2025).

Program ini menyasar siswa yang sering terlibat tawuran dan perilaku menyimpang lainnya. Pendidikan dikerjakan secara intensif selama enam sampai dua belas bulan, bersama harapan bisa membuat perubahan perilaku siswa menjadi lebih positif dan menjunjung nilai-nilai kedisiplinan.

“Semoga mereka menjadi anak yang lebih baik, hormat kepada orang tua, tidak nakal lagi, dan bisa ulang ke sekolah bersama stimulan baru,” ucap Saepul layaknya dikutip dari Antara.

Sementara itu, Pemerintah Kota Depok perlihatkan ketertarikannya untuk turut dan juga di dalam program pendidikan militer ini. Wali Kota Depok Supian Suri mengungkap bahwa pihaknya sedang mempelajari skema anggaran dan juga barangkali untuk mengirim siswa-siswa mempunyai masalah ke pusat pembinaan di Purwakarta.

“Kami sedang jajaki dari segi anggaran layaknya yang dikerjakan oleh Purwakarta. Kalau memungkinkan, bisa kami implementasikan juga di Kota Depok,” ujar Supian.

Supian menyebut dua skenario yang sedang dipertimbangkan Pemkot Depok. Pertama, membentuk program serupa secara independent atau join segera bersama sistem yang telah berlangsung di Purwakarta.

“Mudah-mudahan jumlah anak nakal di Depok tidak amat banyak, sehingga cukup kami kirim ke sana tanpa harus membangun fasilitas baru,” ujarnya.

Didampingi Orang Tua, Siswa Nakal Mulai Dibina di Markas TNI

Program ini tidak sekadar mengisolasi pelajar bermasalah, tapi juga melibatkan orang tua di dalam sistem pergantian perilaku. Setiap siswa yang dibawa ke markas militer akan didampingi oleh orang tuanya sebagai bentuk dukungan emosional dan tanggung jawab keluarga.

Tuai Pro Kontra

Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti soal konsep pengiriman siswa mempunyai masalah ke barak militer yang menjadi program Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia menilai, harus pertimbangan mendalam sebab menurutnya menangani masalah anak mempunyai masalah tidak dan juga merta bisa diselesaikan lewat jalan pendidikan militer.

“Tidak seluruh masalah harus diselesaikan oleh tentara, juga kasus siswa bermasalah,” ujar Bonnie di dalam keterangannya, Rabu (30/4/2025).

Diketahui, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memiliki rencana untuk ‘menyekolahkan’ siswa mempunyai masalah sehingga dididik di barak militer menjadi 2 Mei 2025. Pria yang disapa Demul ini menyebut konsep itu merupakan anggota dari pendidikan sifat siswa yang akan berlangsung selama enam bulan. Khususnya bagi anak-anak yang sering terlibat kenakalan remaja layaknya tawuran atau geng motor.

Disebutkan Dedi Mulyadi, tiap siswa akan ikuti program itu di lebih kurang 30 sampai 40 barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI. Program ini akan dikerjakan bersama prioritas pada siswa yang susah dibina atau terindikasi terlibat di dalam pergaulan bebas maupun tindakan kriminal.

Bonnie menilai, penguatan sifat siswa terutama siswa mempunyai masalah bukan bersama cara dididik secara militer.

“Penguatan sifat bukan senantiasa bermakna mendidik siswa mempunyai masalah bersama cara militeristik. Penanganan siswa mempunyai masalah harus dimengerti secara holistik bersama menelaah keluarga, lingkungan pergaulan dan aktivitas di sekolah,” jelasnya.

Meskipun Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menegaskan bahwa siswa atau anak mempunyai masalah dikirim ke barak militer senantiasa lewat persetujuan orang tua, tapi ia menilai konsep ini dinilai tidak cukup pas sebab di dalam menangani anak mempunyai masalah diperlukan pendekatan psikologis.

“Melibatkan psikolog dan psikiater untuk menangani siswa mempunyai masalah jauh lebih pas ketimbang mengirim mereka ke barak militer,” sebut Bonnie.

Pendekatan bersama Fasilitas Menyalurkan Bakat Anak

Lebih lanjut, Anggota Komisi Pendidikan DPR ini menilai, pemerintah tempat menjadi dari kabupaten/kota sampai provinsi mestinya bisa menegaskan keberadaan guru konseling di tiap tiap sekolah yang terlatih di dalam menangani siswa bermasalah. Selain itu, Bonnie menilai, pendekatan bagi anak-anak mempunyai masalah bisa dikerjakan bersama penyediaan fasilitas di sekolah yang bisa menyalurkan bakat dan minat mereka.

“Penyediaan fasilitas olahraga dan kesenian juga mestinya bisa dikerjakan pemerintah sehingga siswa-siswa mempunyai masalah bisa menyalurkan daya dan kreavitasnya,” ungkap Legislator dari Dapil Banten I itu.

“Sehingga menghindarkan mereka dari tindakan-tindakan yang mengarah pada kriminalitas atau kenakalan remaja lainnya, layaknya tawuran dan narkoba,” imbuh Bonnie.

Bonnie memandang, mengirimkan anak mempunyai masalah ke barak militer untuk dididik bersama tegas bukan cuma satu cara menyelesaikan kasus kedisiplinan remaja. Terlebih bagi anak bersama latar belakang sosial yang beragam.

“Cara instan menyelesaikan masalah kenakalan remaja tidak akan bisa menyelesaikan kasus sampai ke dasarnya, yang seringkali berakar ke masalah sosial,” terangnya.

Karakter Masalah Berbeda-Beda

Bonnie mengingatkan, tiap tiap anak mempunyai masalah punya sifat yang berbeda. Termasuk latar belakang yang membuat perilaku mereka menjadi bermasalah.

“Menangani anak-anak mempunyai masalah membutuhkan pendekatan yang berbeda pada masing-masing dari mereka. Karena penyebab mereka mempunyai masalah juga tak sama. Bisa menjadi sebab inner child mereka, kekurangan perhatian, atau akibat lingkungan maupun cuma sekadar ikut-ikutan,” papar Bonnie.

Bonnie juga mengajak para pemangku kepentingan untuk mengikuti keperluan hakiki dari anak didik, yang berhak meraih bimbingan dari tenaga pengajar. Termasuk sehingga tiap tiap stakeholder mengerti kegunaan maupun tupoksinya masing-masing.

“Sebaiknya jangan sampai menyulitkan tentara yang sedang bertugas melindungi NKRI dari potensi ancaman yang berkunjung dari luar ke negeri kami bersama menambah-nambahi beban kerja yang tak relevan,” tutup Bonnie.

Berita TerUpdate